Tugas
Aplikasi computer
Computer dan sumberdaya perikanan
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
RIVAF FANDROZI
TPS B
Computer dan Sumberdaya perikanan
PENDAHULUAN
SIG adalah
sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana
lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk
dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi:
(a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c)
analisis dan manipulasi data, (d) keluaran.
Secara prinsip tujuan umum pemrosesan data pada teknologi
SIG yaitu mempresentasikan :
·
Input
·
Manipulasi
·
Pengelolaan
·
Query
·
Analysis
·
Visualisasi
Perikanan adalah kegiatan manusia yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan.
Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya
mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah
yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985
dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap
merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan
pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga,
rekreasi (pemancingan ikan), dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan
atau mengambil minyak ikan.
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan,
konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi
serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan
agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai
kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus.
Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Usaha
perikanan yang bekerja di bidang penangkapan tercakup dalam kegiatan perikanan
tangkap (capture fishery). penangkap
ikan pada zaman kini amat bagus untuk remaja zaman kini. yg boleh memupuk
semangat kecintaanan pada memancing.
Salah satu cara untuk mempermudah
kegiatan perikanan adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh
(inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut
yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh
secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG
dalam bidang kelautan dan perikanan :
· Mengetahui
ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
· jumlah
yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
· Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah
habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
· mengetahui
area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Menurut Kusyanto
(2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun
dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi
sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya
ikan yang ada.
Pemanfaatan suatu
teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan diharapkan dapat
mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang
sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan
menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan
berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan hasil penangkapan ikan (Kusnadi, 2010).
Ikan dengan
mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui
teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu
seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah
front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu
atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian
adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di
sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang
cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara
Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5o C
dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Polovia,
2001).
Selanjutnya output
yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi
dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi
yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG
karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan
saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG,
inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya
dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan
fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif.
Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan
kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan (Mbojo, 2008).
Pengembangan SIG untuk
kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG
adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan (land-based
sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan
SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg
luas (Kusuma, 2004).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya
pembuatan aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan :
- Mengetahui ikan di
laut berada dan kapan bisa ditangkap jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan
yang sangat biasa didengar.
- Meminimalisir usaha
penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar,
waktu dan tenaga nelayan
- Mengetahui area dimana
ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Menurut Nerangel (2013) SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, dan menampilkan informasi spasial (keruangan) berupa informasi yang mempunyai hubungan geometrik dalam arti bahwa informasi tersebut dapat diukur, dihitung, dan disajikan dalam sistem koordinat rujukan/bidang hitung yang baku, dengan data berupa data digital yang terdiri dari data posisi (data spasial) dan data semantiknya (data atribut)
Secara prinsip tujuan umum pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan : Input, manipulasi, pengelolaan, query, analysis dan visualisasi. Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan yang diinginkan user. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam lima komponen utama yaitu : perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakai (user), data, dan metode (Pamungkas, 2011).
Menurut Randy (2013) untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:
· Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
· Data non-spasial, disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.
Keadaan-keadaan lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan-ikan tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST) suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkaan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah (Tanto, 2013).
Sistem informasi geografi merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahuai lokasi-lokasi penangkapan ikan.Dengan SIG bantuan data SST, klorofil, PAR (Photosintesis Actibe Radiation) dll bulanan dalam beberapa tahun yang diperoleh dari PJ dan dianalisis dengan SIG akan memberikan tampilan secara geografis kencendrungan seberan dari faktor-faktor lingkungan yang disukai oleh ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan (Wiadnya, 2012).
SIG perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data-data SST, klorofil dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penangkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal (Zainuddin, 2013).
Salah
satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah ketepatan
dalam menentukan suatu daerah penangkapan ikan (DPI) yang layak untuk dapat
dilakukan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya nelayan membutuhkan waktu yang
cukup lama dalam mencari schooling ikan, karena dalam menentukan daerah
penangkapan ikan hanya berdasarkan intuisi/insting sehingga tidak efektif
karena hasil tangkapan tidak pasti. Pendugaan daerah penangkapan ikan dapat
didekati dengan mencari indikator-indikator yang dapat mempengaruhi daerah
penangkapan ikan. Indikator tersebut antara lain adalah SPL dan kesuburan
perairan (yang diamati dari kandungan klorofil di laut). SPL dan konsentrasi
klorofil-a dapat diestimasi dengan teknik penginderaan jauh, dimana saat ini
akurasi estimasi konsentrasi klorofil-a dengan menggunakan algoritma
global untuk perairan lepas pantai adalah 70%, sedangkan untuk SPL lebih tinggi
tingkat akurasinya (Muklhis, 2008).
Gambai 1: Teknologi Pengindraan jauh dalam pemanfaatan
zonasi penagkapan ikan
Salah satu
Kabupaten yang terdapat di propinsi Kepulauan Riau dengan wilayah pesisir
yang cukup luas adalah Kabupaten Natuna. Kabupaten ini memiliki beberapa
gugusan pulau, yaitu; gugusan Jemaja, gugusan Anambas dan gugusan Bunguran.
Gugusan kepulauan Bunguran terdiri dari Pulau Bunguran Besar, Pulau Midai,
Pulau Subi dan Pulau Serasan. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya di
Indonesia, beberapa komponen masyarakat yang tinggal dan berdomisili di wilayah
Kabupaten Natuna menggantungkan hidupnya dengan melakukan aktifitas di bidang
perikanan, baik itu penangkapan maupun budidaya. Aktifitas ini umumnya memliki
sentra di desa-desa yang terdapat diwilayah pesisir (Syofyan, 2010).
Gambar 2 : Peta daerah pesisir Kabupaten Natuna Riau
Pentingnya
database bagi system informasi kelautan dan perikanan Indonesia tidak dapat
diragukan lagi. Database telah menjadi isu sentral dalam pemberdayaan system
informasi perikanan di negara kita.Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan kita
yang cukup besar diperlukan adanya system daya yang sistematis, lengkap dan
terpadu seperti data perikanan tangkap dan data lingkungan laut. Data tersebut
dapat digunakan untuk mempelajari secara selektif berapa besar potensi
stok ikan yang kita miliki, dimana stok ikan tersebut bias ditangkap dan kapan
musim ikan tersebut akan berlimpah (Zainuddin, 2006).
Dulu,
pengembangan SIG dimulai dari awal sekali (nol), dengan menggunakan tools
yang sangat terbatas baik jumlah maupun kemampuannya seperti sistem operasi dan
compilers untuk bahasa pemrograman komputer yang digunakan untuk
mengembangkan tools SIG pada saat itu. Tetapi pada saat ini, SIG
dikembangkan dengan menggunakan sistem-sistem manajemen basis data (DBMS) yang
telah lahir sebelumnya.
Dengan menggunakan software GIS (system
informasi geografi), daerah potensial ikan tuna dapat dideteksi dari indikator
lingkungan yang suitable (cocok) dengan menggunakan peta prediksi
sederhana dan peta kontur.
Kemudian daerah itu diperjelas (Enhancement)
menggunakan peta peluang (Environmental probability map) dari gabungan
faktor-faktor lingkungan dan data perikanan. Potensial habitat ini
selanjutnya diuji menggunakan model statistik untuk memastikan dan memprediksi
daerah penangkapan yang produktif. Dan, dari hubungan kelimpahan ikan
dengan indikator faktor lingkungan yang sesuai digunakan untuk mensimulasikan
jalur migrasi ikan tuna dengan basis database dari suhu lingkungan (Yunike, 2001).
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah
penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti
pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai,
sedangkan habitat tersebut dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan.
Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan dipengaruhi oleh faktor
oseanografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan
efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu sebelum
armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk
mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui studi daerah
penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseanografi secara
berkelanjutan. Dengan
menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat
disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi data, baik melalui
survey langsung maupun dengan penginderaan jarak jauh (INDERAJA). Proses
perubahan lingkungan perairan tersebut menjadi studi dalam
penentuan ”Daerah Penangkapan Ikan” (Syafrudin, 2002).
Dunia
kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak
kecuali dasar lautan . Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini,
terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi
untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia
merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang
sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai
kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan
akan sangat besar sekali. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi
sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya
ikan yang ada (Selamat, 1994).
Keberhasilan
usaha penangkapan ikan sangat ditentukan kemampuan fishing master untuk menduga
daerah penangkapan yang potensial. Banyak penelitian yang telah dilakukan
mengungkapkan bahwa keberadaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan dipengaruhu
kondisi parameterparameter oseanografi seperti suhu, salinitas, kandungan fitoplantok,
arus dan faktor lainnya. Masing-masing jenis ikan mempunyai respon yang
spesifik terhadap kondidi parameter-parameter oseanografi tersebut.
Sebagai contoh ikan tuna mata besar optimum tertangkap pada suhu 10-15 0 C,
Salinitas 34.5-35.5 %o dan kandungan oksigen > 1ml/L. Penentuan daerah
potensial penangkapan ikan berdasarkan input layer-layer faktor
oseanografi. Permasalahannya hingga saat ini, kriteria yang spesifik terhadap
jenis ikan tertentu belum banyak diteliti. Parameter oseanografi yang dapat diturunkan
dari sensor satelit maupun hasil observasi lapang seperti suhu, kandungan
klorofil, tinggi paras laut (Juanda, 2003).
Gambar 3 : Overlay faktor-faktor oseanografi untuk penentuan
fishing ground
Aplikasi
SIG berlajan sangat lamban berkembang di sektor perikanan dan kelautan, hal ini
disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut ditunjukkan komponen
yang harus diperhatikan ketika menerpkan SIG dalam sektor perikanan dan
kelautan.
Gambar
4 : Komponen yang bekerja dalam aplikasi SIG untuk
perikanan dan kelautan
Pada
umumnya untuk aplikasi di darat wilayah GIS hanya memperhatikan komponen 1, 2
dan 4, sedangkan untuk kelautan dan perikanan juga harus memperhatikan aspek 3,
5, 6, dan 7. Hal ini disebabkan karena aktivitas perikanan dan kelautan
dilakukan dalam lingkungan atau tata ruang 3 dimensi dan juga merukan
lingkungan yang sebagian besar adalah dalam keadaan terus bergerak
(dinamis). Sebagai gambaran Meaden (2000) menunjukkan hasil
penelusurannya mengenai publikasi yang menggunakan SIG untuk bidang perikanan
dan kelautan.
Gambar
5 : Publikasi Aplikasi SIG untuk Perikanan dan
Kelautan
a. Site selection atau pilihan untuk
budidaya laut
Hal ini merupakan awal untuk menggunakan GIS dalam bidang
perikanan. Hal ini umumnya dilakukan di ruang skala kecil, namun sebenarnya
dapat digunakan dalam skala besar. Pemilihan lokasi ini menjadi penting
karena semakin banyaknya hambatan yang dihadapi dalam budidaya laut dan payau,
misalnya masalah penyakit ikan secara massal di beberapa negara seperti
Thailand,Sri Lanka, Indonesia dan banyak penyakit wabah lainnya yang dapat
menyebabkan masalah dalam perikanan budidaya.
Gambar
6 : Budidaya Udang Potential in Central, Western
Sri Lanka.
a. Analisa dan usaha perikanan tangkap.
Manajer
Perikanan akan tertarik dimana usaha perikanan terkonsentrasi; dimana jumlah
ikan yang tertangkap banyak; apa hubungan antara menangkap dan usaha, dll, dan
banyak hal menarik yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap dapat
dianalisis dengan SIG. Jelas menangkap dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan
berbagai lingkungan parameter, atau dalam hal siklus hidup ikan. Gambar 7
memperlihatkan lokasi menangkap ikan pada bulan Januari di satuan
wilayah kecil pantai di Afrika Selatan.
Gambar
7 : Lokasi penangkapan ikan pelagis di sekitar
pantai Afrika Selatan
Peta
lingkungan pantai didigitasi yang digunakan sebagai peta dasar dalam SIG.
Peta tematik lainnya juga didigitasi sebagai masukan dalam SIG seperti peta
orisinil daerah penangkapan ikan (Contoh tertera pada Gambar 8). Peta-peta ini
selanjutnya direlasikan dengan data atribut yang sesuai dalam tabel basis data.
Gambar
8 : Contoh peta orisinil daerah penangkapan
ikan
yang akan didigitasi sebagai input
dalam SIG
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
1. Sistem
informasi geografi bukan sekedar sistem komputer untuk pembuatan peta,
melainkan juga merupakan alat analisis.
2. Keuntungan
alat analisis adalah memberi kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan
spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta.
3. Salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah ketepatan dalam menentukan
suatu daerah penangkapan ikan (DPI) yang layak untuk dapat dilakukan operasi
penangkapan ikan.
4.
Aplikasi SIG berlajan sangat lamban
berkembang di sektor perikanan dan kelautan, hal ini disebabkan kompleksitas
proses yang terjadi di laut ditunjukkan komponen yang harus
diperhatikan ketika menerpkan SIG dalam sektor perikanan dan kelautan.
5. Manajer Perikanan akan tertarik
dimana usaha perikanan terkonsentrasi; dimana jumlah ikan yang tertangkap
banyak; apa hubungan antara menangkap dan usaha, dll, dan banyak hal menarik
yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap dapat dianalisis dengan SIG.
6. Penentuan daerah potensial
penangkapan ikan berdasarkan input layer-layer faktor oseanografi.
1.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
hasil tangkapan terhadap faktor oseanografi lainnya seperti salinitas dan arus.