Sabtu, 07 Juni 2014



                           Tugas
Aplikasi computer

Computer dan sumberdaya perikanan
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
RIVAF FANDROZI
TPS B


 

  
 Computer dan Sumberdaya perikanan

PENDAHULUAN


SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan  dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan,  menyimpan dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi  merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG  merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani  data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan  pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran.
Secara prinsip tujuan umum pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan :
·                     Input
·                     Manipulasi
·                     Pengelolaan
·                     Query
·                     Analysis
·                     Visualisasi
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga, rekreasi (pemancingan ikan), dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus.
Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Usaha perikanan yang bekerja di bidang penangkapan tercakup dalam kegiatan perikanan tangkap (capture fishery). penangkap ikan pada zaman kini amat bagus untuk remaja zaman kini. yg boleh memupuk semangat kecintaanan pada memancing.
Salah satu cara untuk mempermudah kegiatan perikanan adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan :
· Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
· jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
· Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
· mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar





Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada.
Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan diharapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan (Kusnadi, 2010).
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5C dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3                                                             (Polovia, 2001).
Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan (Mbojo, 2008).
Pengembangan SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan (land-based sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg luas (Kusuma, 2004).

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan :
-      Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
-      Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
-      Mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar

 Menurut Nerangel (2013) SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, dan menampilkan informasi spasial (keruangan) berupa informasi yang mempunyai hubungan geometrik dalam arti bahwa informasi tersebut dapat diukur, dihitung, dan disajikan dalam sistem koordinat rujukan/bidang hitung yang baku, dengan data berupa data digital yang terdiri dari data posisi (data spasial) dan data semantiknya (data atribut)

            Secara prinsip tujuan umum pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan : Input, manipulasi, pengelolaan, query, analysis dan visualisasi. Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan yang diinginkan user. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam lima komponen utama yaitu : perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakai (user), data, dan metode (Pamungkas, 2011).

Menurut Randy (2013) untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:

·         Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

·         Data non-spasial, disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.

Keadaan-keadaan lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan-ikan tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST) suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkaan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah (Tanto, 2013).

Sistem informasi geografi merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahuai lokasi-lokasi penangkapan ikan.Dengan SIG bantuan data SST, klorofil, PAR (Photosintesis Actibe Radiation) dll bulanan dalam beberapa tahun yang diperoleh dari PJ dan dianalisis dengan SIG akan memberikan tampilan secara geografis kencendrungan seberan dari faktor-faktor lingkungan yang disukai oleh ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan (Wiadnya, 2012).

SIG perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data-data SST, klorofil dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penangkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal (Zainuddin, 2013).






Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah ketepatan dalam menentukan suatu daerah penangkapan ikan (DPI) yang layak untuk dapat dilakukan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya nelayan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mencari schooling ikan, karena dalam menentukan daerah penangkapan ikan hanya berdasarkan intuisi/insting sehingga tidak efektif karena hasil tangkapan tidak pasti. Pendugaan daerah penangkapan ikan dapat didekati dengan mencari indikator-indikator yang dapat mempengaruhi daerah penangkapan ikan. Indikator tersebut antara lain adalah SPL dan kesuburan perairan (yang diamati dari kandungan klorofil di laut). SPL dan konsentrasi klorofil-a dapat diestimasi dengan teknik penginderaan jauh, dimana saat ini akurasi estimasi konsentrasi  klorofil-a dengan menggunakan algoritma global untuk perairan lepas pantai adalah 70%, sedangkan untuk SPL lebih tinggi tingkat akurasinya (Muklhis, 2008).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9KocD4f2e5Zl0Den5S4zT_Eozzto2T-bUNL4wC916ITM4uJ-Ndttt6bf91dUsbgXKWf6yfjN_rvSNwED7I0R35dKk-zqPxx73mq-8ZfPZHiRIAcVW4m_MsQwPFf9nHCoAVoT5aNWkOTc/s320/BAB+I.jpg
Gambai 1: Teknologi Pengindraan jauh dalam pemanfaatan zonasi penagkapan ikan

Salah satu Kabupaten yang  terdapat di propinsi Kepulauan Riau dengan wilayah pesisir yang cukup luas adalah Kabupaten Natuna. Kabupaten ini memiliki beberapa gugusan pulau, yaitu; gugusan Jemaja, gugusan Anambas dan gugusan Bunguran. Gugusan kepulauan Bunguran terdiri dari Pulau Bunguran Besar, Pulau Midai, Pulau Subi dan Pulau Serasan. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya di Indonesia, beberapa komponen masyarakat yang tinggal dan berdomisili di wilayah Kabupaten Natuna menggantungkan hidupnya dengan melakukan aktifitas di bidang perikanan, baik itu penangkapan maupun budidaya. Aktifitas ini umumnya memliki sentra di desa-desa yang terdapat diwilayah pesisir (Syofyan, 2010).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNsVWe0Ddk-sTfNtPaxXoNYr14oc_yCLkMaAOZMzmbHMVd_XEqVh9H4V4Ic-XphvUN6ekyl_ihfuo8nFjx8sQqKJhe-X0fvwJ6YrzgcPgpodWNohmoIf3RIer0SNESBcAhwgvrD1G-3_Y/s1600/BAB+I+aa.jpg

Gambar 2 : Peta daerah pesisir Kabupaten Natuna Riau

Pentingnya database bagi system informasi kelautan dan perikanan Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Database telah menjadi isu sentral dalam pemberdayaan system informasi perikanan di negara kita.Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan kita yang cukup besar diperlukan adanya system daya yang sistematis, lengkap dan terpadu seperti data perikanan tangkap dan data lingkungan laut. Data tersebut dapat digunakan  untuk mempelajari secara selektif berapa besar potensi stok ikan yang kita miliki, dimana stok ikan tersebut bias ditangkap dan kapan musim ikan tersebut akan berlimpah (Zainuddin, 2006).
Dulu, pengembangan SIG dimulai dari awal sekali (nol), dengan menggunakan tools yang sangat terbatas baik jumlah maupun kemampuannya seperti sistem operasi dan compilers untuk bahasa pemrograman komputer yang digunakan untuk mengembangkan tools SIG pada saat itu. Tetapi pada saat ini, SIG dikembangkan dengan menggunakan sistem-sistem manajemen basis data (DBMS) yang telah lahir sebelumnya. Dengan menggunakan software GIS (system informasi geografi), daerah potensial ikan tuna dapat dideteksi dari indikator lingkungan yang suitable (cocok) dengan menggunakan peta prediksi sederhana dan peta kontur. Kemudian daerah itu diperjelas (Enhancement) menggunakan peta peluang (Environmental probability map) dari gabungan faktor-faktor lingkungan dan data perikanan.  Potensial habitat ini selanjutnya diuji menggunakan model statistik untuk memastikan dan memprediksi daerah penangkapan yang produktif.  Dan, dari hubungan kelimpahan ikan dengan indikator faktor lingkungan yang sesuai digunakan untuk mensimulasikan jalur migrasi ikan tuna dengan basis database dari suhu lingkungan (Yunike, 2001).
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat tersebut dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu sebelum armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan. Dengan menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi data, baik melalui survey langsung maupun dengan penginderaan jarak jauh (INDERAJA). Proses perubahan lingkungan perairan  tersebut menjadi studi dalam penentuan  ”Daerah Penangkapan Ikan” (Syafrudin, 2002).
Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan . Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada (Selamat, 1994).






Keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat ditentukan kemampuan fishing master untuk menduga daerah penangkapan yang potensial.  Banyak penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa keberadaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan dipengaruhu kondisi parameterparameter oseanografi seperti suhu, salinitas, kandungan fitoplantok, arus dan faktor lainnya. Masing-masing jenis ikan mempunyai respon yang spesifik terhadap kondidi parameter-parameter oseanografi tersebut.  Sebagai contoh ikan tuna mata besar optimum tertangkap pada suhu 10-15 0 C, Salinitas 34.5-35.5 %o dan kandungan oksigen > 1ml/L. Penentuan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan input layer-layer faktor oseanografi. Permasalahannya hingga saat ini, kriteria yang spesifik terhadap jenis ikan tertentu belum banyak diteliti. Parameter oseanografi yang dapat diturunkan dari sensor satelit maupun hasil observasi lapang seperti suhu, kandungan klorofil, tinggi paras laut (Juanda, 2003).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinFYa2adAWWE8hNusVgsdQzgF2wqPhxxu52Z5a1lEaYMk5xPsefP77puxqMc70Cb-5vLs3fftQuagHtNUqZ3PI1qP6cEP9LVNFIL8AdeEIzD0pbaAMXnPMffslyTjoFb8i8sfedQMLHIo/s320/BAB+Immm.jpg

Gambar 3 : Overlay faktor-faktor oseanografi untuk penentuan fishing ground

Aplikasi SIG berlajan sangat lamban berkembang di sektor perikanan dan kelautan, hal ini disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut ditunjukkan  komponen yang  harus diperhatikan ketika menerpkan SIG dalam sektor perikanan dan kelautan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlmJvhVuWqcLYf7OMLjLHwfrvXKoIpfzviplRx0s2ougX0D_KbcXVZ7FkLHOmJY93XxSkhj_l09ak7Tlqi7sR1HoMujwe9miyuERS_EdehoP-h66Hl2gSekN45L83QKmWUpjJjbGJEimw/s320/BAB+I+nn.jpg

Gambar 4 : Komponen yang bekerja dalam aplikasi SIG untuk
perikanan dan kelautan

Pada umumnya untuk aplikasi di darat wilayah GIS hanya memperhatikan komponen 1, 2 dan 4, sedangkan untuk kelautan dan perikanan juga harus memperhatikan aspek 3, 5, 6, dan 7.  Hal ini disebabkan karena aktivitas perikanan dan kelautan dilakukan dalam lingkungan atau tata ruang 3 dimensi dan juga merukan lingkungan yang sebagian besar adalah dalam keadaan terus bergerak (dinamis).  Sebagai gambaran Meaden (2000) menunjukkan hasil penelusurannya mengenai publikasi yang menggunakan SIG untuk bidang perikanan dan kelautan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOyAO6T1ApsF4tzW-eWeweg7MYfXHNgfSSre4Aqnqoqz_ytW7plNjhNTyKDucAhfYdh6wG8ryU_5bi3YZknKR5Y-Kh8Rw6OnOU1MJUmo18u9wM2Z1eJHacU19v3jiXFFNm_4lv9f1gXus/s320/BAB+I+jj.jpg

Gambar 5 : Publikasi Aplikasi SIG untuk Perikanan dan
Kelautan

            a.       Site selection atau pilihan untuk budidaya laut
Hal ini merupakan awal untuk menggunakan GIS dalam bidang perikanan. Hal ini umumnya dilakukan di ruang skala kecil, namun sebenarnya dapat digunakan dalam skala besar.  Pemilihan lokasi ini menjadi penting karena semakin banyaknya hambatan yang dihadapi dalam budidaya laut dan payau, misalnya masalah penyakit ikan secara massal di beberapa negara seperti Thailand,Sri Lanka, Indonesia dan banyak penyakit wabah lainnya yang dapat menyebabkan masalah dalam perikanan budidaya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQmHV-dQvlnhiCM7PqJpIohAsrKiibfUCjftbvOBbQ2EBZXDY5Lq7Wlqz8wIQ7AUAEdVpnvtAAe9-kRDy6tJp7OFpZycOEqM_xl1z_OMTmMhzoMBLi_85izATSx9Ie7nQBEtLwgvPLBjg/s320/BAB+I+vv.jpg

Gambar 6 : Budidaya Udang Potential in Central, Western
Sri Lanka.

            a.      Analisa dan usaha perikanan tangkap.
Manajer Perikanan akan tertarik dimana usaha perikanan terkonsentrasi; dimana jumlah ikan yang tertangkap banyak; apa hubungan antara menangkap dan usaha, dll, dan banyak hal menarik yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap dapat dianalisis dengan SIG. Jelas menangkap dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan berbagai lingkungan parameter, atau dalam hal siklus hidup ikan. Gambar 7  memperlihatkan lokasi menangkap ikan pada bulan Januari di  satuan wilayah kecil pantai di Afrika Selatan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVVN9et8AC8qCINTUAEtLv25p9B1sSnXqtxwDYY-Pgkpid1Vkvlf-Qm_s6jYyLhQdnrrFiB16EE9UVeq8DG92UVGem2MuuncqH0qfIiumx7KPOKPoRM6ft3p5CIWRsuCn4TUehJoaP92g/s320/BAB.jpg

Gambar 7 : Lokasi penangkapan ikan pelagis di sekitar
pantai Afrika Selatan

Peta lingkungan pantai didigitasi yang digunakan  sebagai peta dasar dalam SIG. Peta tematik lainnya juga didigitasi sebagai masukan dalam SIG seperti peta orisinil daerah penangkapan ikan (Contoh tertera pada Gambar 8). Peta-peta ini selanjutnya direlasikan dengan data atribut yang sesuai dalam tabel basis data.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7jsDPa1rV3ElSOIQcyOq_1JAhAIuuU6dXkGJz36WLUTEdmTzt0qWCVYeMvjgq4lKgkgzXg1gox-ke6egHRHpstM9TGdvWetvk4iYmOFrMxqQgfJ8TdvrVZALgpf1N9ndCgyumD8yH89Q/s320/haha.jpg

Gambar 8 : Contoh peta orisinil daerah penangkapan
ikan yang akan didigitasi sebagai input
dalam SIG



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


1.1. Kesimpulan

1.      Sistem informasi geografi bukan sekedar sistem komputer untuk pembuatan peta, melainkan juga merupakan alat analisis.
2.      Keuntungan alat analisis adalah memberi kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta.
3.      Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah ketepatan dalam menentukan suatu daerah penangkapan ikan (DPI) yang layak untuk dapat dilakukan operasi penangkapan ikan.
4.      Aplikasi SIG berlajan sangat lamban berkembang di sektor perikanan dan kelautan, hal ini disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut ditunjukkan  komponen yang  harus diperhatikan ketika menerpkan SIG dalam sektor perikanan dan kelautan.
5.      Manajer Perikanan akan tertarik dimana usaha perikanan terkonsentrasi; dimana jumlah ikan yang tertangkap banyak; apa hubungan antara menangkap dan usaha, dll, dan banyak hal menarik yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap dapat dianalisis dengan SIG.
6.      Penentuan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan input layer-layer faktor oseanografi.
1.2.  Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan hasil tangkapan terhadap faktor oseanografi lainnya seperti salinitas dan arus.